PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTIONS PADA SISWA SMA DENGAN POKOK BAHASAN HUKUM ARCHIMEDES

Posted by Junari Sape Selasa, 03 April 2012 0 komentar
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT pencipta alam semesta penulis panjatkan kepada Allah SWT yang maha pengasih dan maha pemurah atas segala rahmat dan karunia yang telah dilimpahkan-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penulisan makalah seminar ini dengan berjudul: Penerapan model pembelajaran Problem Based Instruction pada siswa SMA dengan pokok  Bahasan Hukum Archimedes.
Makalah ini  merupakan salah satu syarat kelulusan mata kuliah Seminar Fisika pada Program Studi Pendidikan Fisika Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar. Selama menyelesaikan penulisan makalah ini, penulis banyak dibantu oleh berbagai pihak, baik  bantuan berupa materi, bimbingan, saran, dan motivasi. Untuk itu pada kesempatan ini pula penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar – besarnya kepada :
1.      Bapak Khaeruddin S.Pd.,M.Pd. Selaku ketua Program Studi Pendidikan Fisika FKIP UNISMUH Makassar yang banyak memberikan bantuan selama proses perkuliahan.
2.      Ibu Nurlina, S.Si.,M.Pd., Selaku pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan untuk penyempurnaan penulisan makalah ini sekaligus  Sekretaris Program Studi Pendidikan Fisika FKIP UNISMUH Makassar.
3.      Bapak Ma’ruf S.Pd. Selaku dosen penguji, dosen mata kuliah Seminar Fisika yang banyak memberikan motivasi.

Akhir kata, penulis berharap dengan tersusunnya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri pada khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Makassar,    Januari 2012

Penulis




BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) mempengaruhi hampir seluruh kehidupan manusia di berbagai bidang. Untuk dapat menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi, maka kualitas sumber daya manusia harus ditingkatkan melalui peningkatan mutu pembelajaran di sekolah. Pendidikan tidak hanya bertujuan memberikan materi pelajaran saja tetapi lebih menekankan bagaimana mengajak siswa untuk menemukan dan membangun pengetahuannya sendiri sehingga siswa dapat mengembangkan kecakapan hidup (life skill) dan siap untuk memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupan.
Pembelajaran yang kurang melibatkan siswa secara aktif dapat menghambat kemampuan berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah sehingga perlu dipilih dan diterapkan suatu model pembelajaran untuk mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran. Ketika siswa belajar ilmu alam, maka yang dipelajari adalah ilmu alam sekitar yang dekat dengan kehidupan siswa. Situasi pembelajaran sebaiknya dapat menyajikan fenomena dunia nyata, masalah yang autentik dan bermakna yang dapat menantang siswa untuk memecahkannya. Salah satu model pembelajaran yang dapat diterapkan adalah pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based Instruction (PBI).
Menurut Nurhadi (2004:109), Problem Based Instruction merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran. Guru harus mendorong siswa untuk terlibat dalam tugas-tugas berorientasi masalah melalui penerapan konsep dan fakta, serta membantu menyelidiki masalah autentik dari suatu materi.
Materi Hukum Archimedes merupakan materi dengan konsep yang sederhana dan fenomenanya dapat diamati dan seringkali dijumpai dalam kehidupan manusia. Dengan penerapan Problem Based Instruction, guru berusaha menunjukkan kepada siswa bahwa materi Hukum Archimedes, konkrit dan berkaitan langsung dengan pengalaman keseharian siswa.
Berkaitan dengan uraian dan fakta di atas, maka penulis berinisiatif untuk mengangkat persoalan sebagai tugas akhir dengan judul: PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED INSTRUCTION PADA SISWA SMA DENGAN POKOK BAHASAN HUKUM ARCHIMEDES.

B.     Rumusan Masalah
Apakah model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar pada pokok bahasan Hukum Archimedes.

C.    Tujuan
Untuk mengetahui bahwa model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar pada pokok bahasan Hukum Archimedes.

D.    Manfaat
Agar dapat mengetahui model pembelajaran Problem Based Instruction (PBI) sesuai dengan karakteristik siswa yang diajar pada pokok bahasan Hukum Archimedes.






BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Hakikat Belajar dan Pembelajaran Fisika
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses yang berlangsung dalam diri seseorang yang mengubah tingkah lakunya, baik tingkah laku dalam berpikir, bersikap dan berbuat (Gulo, 2002:8). Definisi ini menyiratkan dua makna. Pertama, bahwa belajar merupakan suatu proses dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan tertentu. Kedua, perubahan tingkah laku merupakan hasil belajar. Sehingga pada hakikatnya belajar menyangkut dua hal yaitu proses belajar dan hasil belajar.
Menurut pandangan konstruktivisme, pembelajaran harus lebih berpusat pada peserta didik, bersifat analitik, dan lebih berorientasi pada proses pembentukan pengetahuan dan penalaran. Pembelajaran (Koes, 2003:39-44) memiliki ciri-ciri sebagai berikut.
1)      Menyediakan pengalaman belajar dengan meningkatkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sedemikian rupa sehingga belajar melalui proses pembentukan pengetahuan.
2)      Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar.
3)      Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistis dan relevan dengan melibatkan pengalaman konkrit.
4)      Mengintegrasikan pembelajaran sehingga memungkinkan terjadinya transmisi sosial yaitu terjadinya interaksi dan kerjasama seseorang dengan orang lain atau lingkungannya.
5)      Memanfaatkan berbagai media termasuk komunikasi lisan dan tertulis sehingga pembelajaran lebih efektif.
6)      Melibatkan siswa secara emosional dan sosial sehingga Sains Fisika menjadi lebih menarik dan siswa termotivasi untuk belajar.
Membicarakan hakikat Fisika sama halnya dengan membicarakan hakikat Sains karena Fisika merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sains. Oleh sebab itu, karakteristik Fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik Sains. Menurut Koes (2003:3), salah satu kata kunci untuk pembelajaran Fisika adalah pembelajaran Fisika harus melibatkan siswa secara aktif untuk berinteraksi dengan objek konkrit. Dalam pembelajaran siswa terlibat secara aktif dalam mengamati, mengoperasikan alat, atau berlatih menggunakan objek konkrit sebagai bagian dari pelajaran. Dengan demikian diharapkan pembelajaran Fisika akan lebih bermakna.

B.     Problem Based Instruction (PBI)
Banyak kritik yang ditujukan pada cara guru mengajar yang terlalu menekankan pada penguasaan sejumlah informasi/konsep belaka. Penumpukan informasi/konsep pada subjek didik dapat saja kurang bermanfaat bahkan tidak bermanfaat sama sekali kalau hal tersebut hanya dikomunikasikan oleh guru kepada subjek didik melalui satu arah seperti menuang air kedalam sebuah selas (Rampengan 1993:1). Tidak dapat disangkal, bahwa konsep merupakan suatu hal yang sangat penting, namun bukan terletak pada konsep itu sendiri, tetapi terletak bagaimana konsep itu dipahami oleh subjek didik. Pentingnya pemahaman konsep dalam proses belajar mengajar sangat mempengaruhi sikap, keputusan dan cara-cara memecahkan masalah. Untuk itu yang terpenting terjadi belajar yang bermakna dan tidak seperti menuang air dalam gelas pada subjek didik.
Kenyataan di lapangan siswa hanya menghafal konsep dan kurang mampu menggunakan konsep tersebut jika menemui masalah dalam kehidupan nyata yang berhubungan dengan konsep yang dimiliki. Lebih jauh lagi, bahkan siswa kurang mampu menentukan masalah dan merumuskannya. Berbicara mengenai proses pembelajaran dan pengajaran yang sering membuat kita kecewa, apalagi dikaitkan dengan pemahaman siswa terhadap materi ajar. Walaupun demikian, kita menyadari bahwa ada siswa yang mampu memiliki tingkat hafalan yang baik terhadap materi yang diterimanya, namun kenyataan mereka sering kurang memahami dan mengerti cara mendalam pengetahuan yang bersifat hafalan tersebut (Depdiknas 2002:1). Pemahaman yang dimaksud ini adalah pemahaman siswa terhadap dasar kualitatif dimana fakta-fakta saling berkaitan dengan kemampuannya untuk menggunakan pengetahuan dalam situasi baru. Sebagian besar siswa kurang mampu menghubungkan antara apa yang mereka pelajari dengan bagaimana pengetahuan tersebut akan dimanfaatkan / diaplikasikan pada situasi baru.
Menurut Arends (1997:243): “it is strange that we expect students to learn yet seldom teach them about learning, we expect student to solve problems yet seldom teact then about problem solving, “yang berati dalam mengajar guru selalu menuntut siswa untuk belajar dan jarang memberikan pelajaran tentang bagaimana siwa untuk belajar, guru juga menuntut siswa untuk menyelesaikan masalah, tapi jarang mengajarkan bagaimana siswa seharusnya menyelesaikan masalah.
Persoalan sekarang adalah bagaimana cara menemukan cara yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep yang diajarkan sehingga siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana guru dapat berkomunikasi baik dengan siswanya. Bagaimana guru dapat membuka wawasan berpikir yang beragam dari seluruh siswa, sehingga dapat mempelajari berbagai konsep dan cara mengaitkannya dalam kehidupan nyata. Bagaimana sebagai guru yang baik dan bijaksana  mampu menggunakan model pembelajaran yang berkaitan dengan cara memecahkan masalah (problem solving).
Misalnya, suatu fenomena alam, mengapa tongkat seolah-olah kelihatan patah saat dimasukan dalam air? Mengapa uang logam yang diletakkan dalam sebuah gelas kosong jika dilihat pada posisi tertentu tidak kelihatan tetapi saat diisi air menjadi kelihatan? Dari conyoh permasalahan nyata jika diselesaikan secara nyata, memungkinkan siswa memahami konsep bukan sekadar menghafal konsep (Rampengan, Depdiknas, Arends, dalam Triyanto, 2009:89).
1.       Proses Pemecahan Masalah
Dalam proses pemecahan masalah, aktivitas yang dilakukan cukup kompleks karena memerlukan keterampilan berpikir yang sangat beragam antara lain mengamati, melaporkan, menganalisis, mengklasifikasi, menafsirkan, mengkritik, memprediksi dan menarik simpulan berdasarkan informasi yang diperoleh dan diolah. Pemecahan masalah dapat dipandang sebagai proses mencari atau memperoleh informasi secara sistematis, langkah demi langkah dengan mengolah informasi yang diperoleh melalui pengamatan untuk mencapai suatu hasil pemikiran sebagai respon terhadap masalah yang dihadapi (Nasution, 2001:117).
Pada proses pemecahan masalah, setiap siswa harus memiliki konsep awal terhadap suatu masalah. Pada kegiatan pembelajaran, penguasaan konsep pada taraf tertentu memerlukan penguasaan konsep pada taraf di bawahnya, karena ini berguna untuk menentukan kelancaran proses pemecahan masalah. Bila ada sesuatu yang tidak dikuasai dalam konsep, maka siswa akan menghadapi masalah dalam pemecahan masalah, (Nasution dalam Gathot Sumarsono 2006:15).
Metode pemecahan masalah yang dikenalkan para ahli (Nasution, 2001:121) adalah sebagai berikut.
a.       Model John Dewey
Langkah-langkah pemecahan masalah, sebagai berikut.
1)      Mengidentifikasi dan merumuskan masalah
2)      Mengemukakan hipotesis
3)      Mengumpulkan data
4)      Menguji hipotesis
5)      Menarik kesimpulan
b.      Model Karl Albreacht
Terdiri dari enam langkah yang dapat digolongkan dalam dua fase utama:
1.      Fase perluasan atau ekspansi atau fase divergen
a)      Menemukan masalah
b)      Merumuskan masalah
c)      Mencari pilihan atau alternatif

2.      Penyelesaian atau fase konvergen
a)      Mengambil keputusan (memilih diantara dua alternatif)
b)      Mengambil tindakan (komitmen untuk melaksanakan keputusan demi hasil yang diperoleh)
c)      Mengevaluasi hasil (menentukan sampai manakah jerih payah itu berhasil atau menemui kegagalan)

c.       Model Berry K beyer
1)      Mengidentifikasi masalah
2)      Membuat rencana pemecahan
3)      Melaksanakan rencana pemecahan masalah
4)      Memeriksa jawaban

2.      Ciri-ciri Problem Based Intruction
Menurut Ariends (2001:349), berbagai pengembangan Problem Based Intruction telah memberikan model pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:
1)      Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Bukannya mengorganisasikan disekitar prinsip-prinsip atau keterampilan akademik tertentu, Problem Based Intruction mengorganisasikan pengajaran disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna untuk siswa. Mereka mengajukan situasi kehidupan nyata autentik, menghindari jawaban sederhana, dan memungkinkan adanya berbagai macam solusi untuk situasi itu.
Contoh masalah :
a)      Apa yang menyebabkan benda lebih berat di udara dari pada di air?
b)      Bagaimana cara menghitung volume benda di dalam air?
c)      Prinsip apakah yang di gunakan oleh kapal selam?
d)     Kenapa kapal laut yang besar bisa terapung sedangkan batu yang kecil bila di jatuhkan di air akan tenggelam?
2)      Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun Problem Based Instruction mungkin berputar pada mata pelajaran tertentu (IPA fisika dan ilmu-ilmu alam), masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahanya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3)      Menyelidiki autentik.
Problem Based Intruction mengharuskan siswa melakukan penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, mengumpul dan menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah yang sedang dipelajari.
4)      Menghasilkan produk dan memamerkannya.
Problem Based Instruction menurut siswa untuk menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artefak dan peragaan yang menjelaskan atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk tersebut dapat berupa transkip debat seperti pada pelajaran “Roots and wings”. Produk itu dapat juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer. Karnya nyata dan peragaan seperti yang akan di jelaskan kemudian, direncanakan oleh siswa untuk mendemonstrasikan kepada teman-temannya yang lain tentang apa yang mereka pelajari dan menyediakan suatu alternatif segar terhadap laporan tradisional atau makalah.


5)      Kolaborasi.
Problem Based Instruction dicirikan oleh siswa yang bekerja sama atau satu dengan yang lainya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang untuk berbagai inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan berpikir (Ariends, dalam Trianto, 2009: 93).

3.      Tahap-Tahap Model Problem Based Instruction (PBI)
Problem Based Instruction terdiri dari lima tahap, yang disajikan pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Tahap-Tahap Model Problem Based Instruction (PBI)
Tahap
Tingkah Laku Guru
Tahap 1
Orientasi siswa pada masalah

Tahap 2
Mengorganisasi siswa untuk belajar


Tahap 3
Membimbing penyelidikan individu maupun kelompok

Tahap 4
Mengembangkan dan menyajikan hasil karya


Tahap 5
Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Ø  Menjelaskan tujuan pembelajaran, logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.
Ø  Membantu siswa mengidentifikasi dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan tugas belajar tersebut (menetapkan topik, tugas, jadwal, dan lain-lain).
Ø  Mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah.
Ø  Membantu  siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai, seperti laporan dan membantu mereka berbagi tugas dengan temannya.
Ø  Membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses  yang mereka gunakan.
Hamdani (2010:87)

4.      Pelaksanaan Model Problem Based Instruction (PBI)
Pelaksanaan model problem based instruction meliputi dua kegiatan, yaitu tugas perencanaan dan tugas interaktif (Ibrahim dkk, 2000:24).
1)      Tugas-tugas Perencanaan
Tugas-tugas perencanaan terdiri dari :
a.       Penetapan tujuan
Pertama kali guru mendeskripsikan bagaimana pembelajaran berdasarkan masalah direncanakan untuk membantu mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
b.      Merancang situasi masalah yang sesuai
Situasi masalah yang baik harus memenuhi kriteria antara lain autentik, tidak terdefinisi secara ketat, bermakna bagi siswa dan sesuai dengan tingkat perkembangan intelektualnya, luas, serta bermanfaat.
2)      Tugas Interaktif
Tugas-tugas interaktif terdiri dari :
a.       Tahap 1. Orientasi siswa pada masalah
Guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran dan menjelaskan model pembelajaran yang akan digunakan. Selanjutnya, guru menyajikan situasi masalah dengan prosedur yang jelas untuk melibatkan siswa dalam identifikasi masalah. Situasi masalah harus disampaikan secara tepat dan menarik. Biasanya memberi kesempatan siswa untuk melihat, merasakan dan menyentuh sesuatu atau menggunakan kejadian-kejadian di sekitar siswa sehingga dapat memunculkan ketertarikan, rasa ingin tahu dan motivasi.
b.      Tahap 2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Siswa dikelompokkan secara bervariasi dengan memperhatikan tingkat kemampuan, keragaman ras, etnis dan jenis kelamin yang didasarkan pada tujuan yang telah ditetapkan.
c.       Tahap 3. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
1)      Pengumpulan data.
Siswa melakukan penyelidikan atau pemecahan masalah dalam kelompoknya. Guru bertugas mendorong siswa untuk mengumpulkan data dan melaksanakan penyelidikan sampai mereka benar-benar memahami situasi masalah yang dihadapi. Tujuan pengumpulan data yaitu agar siswa mengumpulkan cukup informasi untuk membangun ide dan pengetahuan mereka sendiri.
2)      Berhipotesis, menjelaskan dan memberikan pemecahan
Siswa mengajukan berbagai hipotesis, penjelasan dan pemecahan dari masalah yang diselidiki. Pada tahap ini guru mendorong semua ide, menerima sepenuhnya ide tersebut, melengkapi dan membenarkan konsep-konsep yang salah.
d.      Tahap 4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya.
Guru meminta salah seorang anggota kelompok untuk mempresentasikan hasil pemecahan masalah kelompok dilanjutkan dengan diskusi dan membimbing siswa jika mereka mengalami kesulitan. Kegiatan ini berguna untuk mengetahui hasil sementara pemahaman dan penguasaan siswa terhadap materi pelajaran.
e.       Tahap 5. Analisis dan evaluasi proses pemecahan masalah.
Guru menganalisis dan mengevaluasi proses berpikir dan keterampilan penyelidikan siswa serta proses menyimpulkan hasil penyelidikan.
Ibrahim dkk (2000:7) merumuskan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah atau Problem Based Instruction dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir dan pemecahan masalah, belajar berbagai peran orang dewasa melalui perlibatan dalam pengalaman nyata dan menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri. Jadi penerapan pembelajaran berdasarkan masalah mempunyai tujuan agar siswa mampu mencari dan menemukan sendiri jawaban dari permasalahan yang dihadapinya dengan melaksanaan penyelidikan autentik melalui demonstrasi atau percobaan. Dengan menemukan dan mencari jawaban dari suatu permasalahan, maka siswa dilatih untuk menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.
Dalam problem based instruction, siswa dituntut mengajukan pertanyaan atau masalah dan mencari jawaban atas permasalahan yang diajukan, sehingga diharapkan dapat mengubah cara belajar siswa, mengembangkan rasa ingin tahunya dan menghubungkan konsep yang dipelajari dengan alam lingkungannya. Jadi adanya informasi dan pengalaman baru mengakibatkan terjadinya perubahan dan membentuk pengetahuan baru sebagai hasil dari proses belajar. Hasil yang dicapai siswa setelah proses belajar mencerminkan tingkat pengetahuan dan keterampilan dalam penguasaan materi.
Pada proses pemecahan masalah yang dilakukan dengan penyelidikan autentik melalui percobaan atau demonstrasi. Dari kegiatan percobaan atau demonstrasi, maka keterampilan dan kemampuan bertindak siswa dapat teramati dengan lembar observasi psikomotorik. Pada proses pembelajaran, keterlibatan dan keaktifan siswa menunjukkan sikap dan minat siswa terhadap pembelajaran yang dilakukan. Keterlibatan dan keaktifan siswa diamati dengan lembar observasi afektif, (Ibrahim dkk, dalam Gathot Sumarsono 2006:21)

C.    Materi Hukum Archimedes
                                                                                                ?

                            


                                                                                                ?


            Bagaimana huhungan antara gambar di atas dengan hukum Archimedes?

 


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan Problem Based Instruction merupakan model pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta memperoleh pengetahuan dan konsep yang essensial dari mata pelajaran. Guru harus mendorong siswa untuk terlibat dalam tugas-tugas berorientasi masalah melalui penerapan konsep dan fakta, serta membantu menyelidiki masalah autentik dari suatu materi pada pokok bahasan Hukum Archimedes dapat meningkatkan hasil belajar aspek kognitif, afektif, psikomotorik siswa SMA.

B.     Saran
Maka saran yang dapat diberikan adalah.
1.      Problem Based Instruction atau Pembelajaran berdasarkan masalah dapat dijadikan sebagai alternatif pembelajaran bagi guru dalam model pembelajaran belajar siswa.
2.      Dalam pelaksanaan Problem Based Instruction, jika proses pemecahan masalah autentik untuk mencari dan mengkonstruksi pengetahuan dilakukan melalui percobaan, maka diperlukan kelengkapan alat-alat percobaan untuk mempermudah siswa melakukan percobaan dan memperlancar proses pembelajaran.




DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2002. Guru dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo
Arends, I.R. 1997. Classroom Instructional and Management. New York: McGraw-Hill Companies,Inc.
Gulo, W. 2002. Strategi belajar mengajar. Jakarta: Grasindo
Hamdani. 2010. Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia.
Haryadi Bambang. 2009. Fisika SMA/MA Kelas XI Semester 1. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional
Ibrahim, Muslimin dkk. 2000. Pengajaran Berdasarkan Masalah. Surabaya: Unesa
Koes, Supriyono. 2003. Strategi Pembelajaran Fisika. Malang: JICA
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: Grasindo
Nasution. 2001. Asas-asas Kurikulum. Jakarta: Bumi Aksara
Nurachmandani Setya. 2009. Fisika 2 Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sarwono, Sunarroso, Suyatman. 2009. Fisika 2 Mudah dan Sederhana Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Siswanto, Sukaryadi. 2009. Kompetensi Fisika Untuk SMA/MA Kelas XI. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Sudjana, Nana. 1989. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: Rosdakarya.
Trianto, M.Pd. 2009. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.

Baca Selengkapnya ....
Tutorial SEO dan Blog support Online Shop Tas Wanita - Original design by Bamz | Copyright of St Junari .